ASMA DAN FAKTA YANG BELUM TERUNGKAP
Dr Widodo Judarwanto SpA
Dipresentasikan dalam Seminar Cara Efektif Mengatasi Asma.
Minggu , 30 April 2006, Rumah Sakit Bunda Jakarta.
CHILDREN ALLERGY CENTER
Rumah Sakit Bunda Jakarta, Jl Teuku cikditiro 28 Jakarta Pusat
PICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN)
JL Rawasari Selatan 50 Jakarta Pusat. Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat
telp : (021) 70081995 – 4264126 – 31922005
email : wido25@hotmail.com , http://alergianak.bravehost.com
Angka kejadian asma terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Disamping itu banyak permasalahan kesehatan lain yang menyertai berupa gangguan organ tubuh lain, gangguan perilaku dan permaslahan kesehatan lainnya, Sayangnya permasalahan tersebut belum banyak terungkap. Gangguan tersebut tampaknya sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan penderita asma yang sudah banyak mengalami gangguan. Selama ini informasi tentang asma mungkin hanya seputar pencegahan, gejala di saluran napas dan pengobatan asma.
Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab. Yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Penyakit ini sangat berkaitan dengan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita astma bisa diturunkan ke anak. Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berpernanan penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi atau stres.
PERMASALAHAN PENDERITA ASMA
Sering kambuh dan berulangnya keluhan asma, sehingga orang tua frustasi akhirnya ”shopping” atau berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter lainnya. Hal ini dilakukan karena sering kali keluhan alergi pada anak tersebut sering kambuh meskipun diberi obat yang paling mahal dan paling baik. Bila penatalaksanaan tidak dilakukan secara baik dan benar maka keluhan alergi atau asma akan berulang dan ada kecenderungan membandel. Berulangnya kekekambuhan tersebut akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran biaya kesehatan. Tetapi yang harus lebih diperhatikan adalah meningkatkannya resiko untuk terjadinya efek samping akibat pemberian obat. Tak jarang penderita asma mendapatkan pengobatan antibiotika, anti alergi atau bahkan steroid dalam jangka waktu yang lama.
Penderita asma beresiko mengalami terjadi reaksi fatal anafilaksis akibat alergi makanan yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Setelah mengkonsumsi makanan tertentu timbul reaksi sesak, mengi, pingsan dan gangguan kesadaran. Bila tidak segera tertolong dapat mengancam jiwa. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 150 anak meninggal karena reaksi alergi makanan yang fatal ini.
Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak non-asma. Asma menyebabkan kehilangan 16 persen hari sekolah pada anak-anak di Asia, 34 persen di Eropa, dan 40 persen di Amerika Serikat.
Penderita alergi dan asma sewring dikaitkan dengan gangguan gizi ganda pada anak. Gizi ganda artinya dapat menimbulkan kegemukan (berat badan lebih) atau bahkan sebaliknya terjadi malnutrisi atau berat badan kurang. Bahkan didapatkan penelitian pada penderita asma terdapat resiko gangguan pertumbuhan tinggi badan. Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu faktor lokal yang berperanan penting untuk pertumbuhan tulang. Pada penderita asma sering terjadi peningkatan platelet-activating factor (PAF) yang ternyata dapat menghambat produksi PGE2 dalam osteobast.
Sering dijumpai bahwa penderita asma pada anak mendapatkan overdiagnosis (diagnosis berlebihan) atau overtreatment (pengobatan berlebihan). Tidak jarang ditemui penderita asma yang didiagnosis dan diobati sebagai tuberkulosis dan saat timbul infeksi saluran napas atas sering didiagnosis pnemoni (infeksi pariu-paru) hanya berdasarkan foto rontgen dada. Hasil foto rontgen asma (batuk lama), pnemoni dan tuberkulosis kadang hampir mirip karena terjadi peningkatan gambaran infiltrat paru. Bila tidak cermat maka maka sering terjadi overdiagnosis penyakit lainnya pada kasus asma.
Pada penderita alergi dan asma tampak anak mudah mengalami sakit infeksi saluran napas baik berupa faringitis akut (infeksi tenggorok), tonsilitis (amandel) dan infeksi saluran napas akut lainnya. Sehingga sering didapatkan seorang anak setiap bulan harus berobat ke dokter karena sering sakit panas, batuk, pilek atau infeksi saluran napas dan mudah terkena penyakit infeksi lainnya secara berulang.
MANIFESTASI KLINIS LAIN YANG MENYERTAI
Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya sesak selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran). Reaksi alergi yang dapat menggganggu beberapa sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Penderita asma juga sering disertai gangguan alergi pada organ tubuh yang lain seperti sering pilek, sinusitis, gangguan kulit (eksim), mata gatal, gangguan saluran cerna, sering sakit kepala, migrain, gangguan hormonal. Pada gangguan saluran kencing didapatkan gejala sering kencing, cistitis (infeksi saluran kencing) atau bedwetting (ngompol malam hari). Pada sistem otot dan tulang didapatkan keluhan nyeri kaki, tangan, atau kaku pada leher. Pada gangguan pembuluh darah didapatkan gejala mudah pingsan, tekanan darah rendah dan berdebar-debar.
GANGGUAN SUSUNAN SARAF PUSAT DAN PERILAKU
Tak terkecuali ternyata otak ataupun susunan saraf pusat dapat terganggu oleh reaksi alergi. Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu neuroanatomi dan neurofungsional, Selanjutnya akan mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak. Beberapa gangguan perilaku yang pernah dilaporkan pada penderita alergi juga pernah dilaporkan pada penderita asma. Banyak penelitian juga menyebutkan gangguan perilaku seperti gangguan emosi, agresif, gangguan tidur dan gangguan perilaku buruk lainnya sering menyertai penderita asma pada usia anak.
Pada tes kepribadian dapat terlihat bahwa pasien-pasien asma lebih bersifat mengutamakan tindakan fisik, lebih sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, dan mempunyai mekanisme defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang dilaporkan oleh pasien ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi, kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Reichenberg K mengadakan pengamatan pada anak penderita asma usia 7-9 tahun, didapatkan gangguan emosi dan gangguan perilaku lainnya. Jill S Halterman, dari the University of Rochester School of Medicine di Rochester, New York, melaporkan penderita asma di usia sekolah lebih sering didapatkan perilaku sosial yang negatif seperti mengganggu, berkelahi atau melukai teman lainnya. Sebaliknya juga didapatkan perilaku pemalu dan mudah cemas. Bahkan peneliti terbaru lainnya mengungkapkan bahwa penderita asma berpotensi untuk terjadi gangguan kejiwaan, seperti depresi dan sebagainya.
Asma dengan berbagai mekanisme yang berkaitan dengan gangguan neuroanatomi susunan saraf pusat dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti sakit kepala, migrain, vertigo, kehilangan sesaat memori (lupa). Strel'bitskaia seorang peneliti mengungkapkan bahwa pada penderita asma didapat gangguan aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan kaitannya dengan manifestasi klinik. Peniliti lain yaitu Siniatchkin M, melaporkan penderita asma disertai migrain pada anak juga berkaitan dengan gejala asma dan migrain pada salah satu orang tua. Storfer dkk tahun 2000, melaporkan terdapat kecenderungan terjadi myopia (rabun jauh) 2 kali lebih besar, dalam pengamatan pada 2.720 anak penderita alergi dan asma. Sehingga anak alergi atau asma 2 kali lebih besar untuk memakai kaca mata sejak usia muda. Yang menarik dari penelitian tersebut juga didaptkan bahwa pada kelompok asma dan alergi tampak lebih cerdas.
Banyak laporan penelitian yang juga mengungkapkan bahwa pada penderita asma juga disertai gangguan tidur. Gangguan biasanya ditandai dengan awal jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah (bolak balik posisi badannya), kadang dalam keadaan tidur sering mengigau, menangis dan berteriak. Posisi tidurpun sering berpindah dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Tengah malam sering terjaga tidurnya hingga pagi hari, tiba-tiba duduk kemudian tidur lagi, atau mimpi buruk pada malam hari.
Dalam tahun terakhir ini didapatkan penelitian yang mengejutkan yang dilakukan oleh Croen. Maternal asma atau asma saat kehamilan ternyata bisa beresiko terjadinya autis pada anak yang dilahirkan. Penelitian ini dilakukan terhadap 88.000 anak pada tahun 1995 – 1999 di North California.
Tampaknya banyak fakta dan penelitian yang ternyata mengungkapkan bahwa penderita asma selain mengalami gangguan pada sistem pernapasan juga mengalami manifestasi lain pada gangguan beberapa organ tubuh dan gangguan perilaku. Meskipun demikian banyak fakta tersebut masih harus memellukan penelitian lebih lanjut. Melihat demikian kompleksnya masalah kesehatan yang mungkin bisa terjadi maka tindakan pencegahan asma sejak dini bahkan sejak di dalam kandungan harus mulai dilakukan.
Daftar Pustaka
1. Castro-Rodriguez JA, Holberg CJ, Wright AL: A clinical index to define risk of asthma in young children with recurrent wheezing. Am J Respir Crit Care Med 2000 Oct; 162(4 Pt 1): 1403-6.
2. Colver AF, Nevantaus H, Macdougall CF, Cant AJ. Severe food-allergic reactions in children across the UK and Ireland, 1998-2000. Acta Paediatr. 2005 Jun;94(6):689-95
3. Larsen GL: Asthma in children. N Engl J Med 1992 Jun 4; 326(23): 1540-5.
4. Ellul P, Vassallo M, Montefort S. Association of asthma and allergic rhinitis with celiac disease. Indian J Gastroenterol [serial online] 2005;24:270-271
5. Costa M, Brookes SJ. The enteric nervous system. Am J Gastroenterol 1994;89:S29-137.
6. Croen et al., Allergies or asthma during pregnancy may increase the risk of giving birth to a child who develops autism. Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine, February, 2005; Vol. 159: pp. 151-157
7. Jonathan M. Feldman et all. Psychiatric Disorders and Asthma Outcomes Among High-Risk Inner-City Patients. Psychosomatic Medicine 67:989-996 (2005)
8. Judarwanto W. Dietery Intervention as Therapy for behaviour problem in Children with Gastrointestinal Allergy. Presented at World Congress Pediatric Gastroenterology Hepatology Nutrition, Paris, Juli 2004.
9. Judarwanto W. “Dietery Intervention as a therapy for Sleep Difficulty in Children with Gastrointestinal Allergy”; pada “24TH INTERNATIONAL CONGRESS OF PEDIATRICS CANCÚN MÉXICO”, 15-20 Agustus,2004.
10. Judarwanto W.. “Dietery Intervention as a therapy for Headache in Children with Gastrointestinal Allergy”; pada “8th Asian & Oceanian Congress of Child Neurology, Newdelhi India”, 7 – 10 Oktober, 2004.
11. W. F. Baum1, U. Schneyer2, A. M. Lantzsch2, E. Klöditz1. Delay of growth and development in children with bronchial asthma, atopic dermatitis and allergic rhinitis.Exp Clin Endocrinol Diabetes 2002; 110: 53-59.
12. Kretszh, Konitzky. Differential Behavior Effects of Gonadal Steroids in Women And In Those Without Premenstrual
13. Stores G, Ellis AJ, Wiggs L, Crawford C, Thomson A Sleep and psychological disturbance in nocturnal asthma. Arch Dis Child 1998; 78:413-9.
14. Strel'bitskaia RF, Bakulin MP, Kruglov BV. Bioelectric activity of cerebral cortex in children with asthma.Pediatriia 1975 Oct;(10):40-3.
15. Ray C, Wunderlich, Susan PPrwscott. Allergy, Brains, and Children Coping. London.2003
16. Reichenberg K, Broberg AG. Emotional and behavioural problems in Swedish 7- to 9-year olds with asthma. Chron Respir Dis 2004; 1:183-9.
17. Vaughan TR. The role of food in the pathogenesis of migraine headache. Clin Rev Allergy 1994;12:167-180.
18. William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus Pauling PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The Psychonutrient and Magnetic Connections.
19. Allergy induced Behaviour Problems in chlidren . htpp://www.allergies/wkm/behaviour.
20. Brain allergic in Children.htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.